twitter


Suatu ketika, ada sepasang pengembara yang sedang melakukan perjalanan. Mereka, kini tengah melintasi padang pasir yang sangat luas. Sepanjang mata memandang, hanya ada horison pasir yang terbentang.

Tapak-tapak kaki yang ada di belakang mereka, membentuk jejak-jejak yang tak putus. Susunannya meliuk-liuk, tampak seperti kurva garis, yang berujung di setiap langkah yang mereka lalui. Sesekali debu-debu pasir menerpa tubuh, dan membuat mereka berjalan merunduk, agar terhindar dari badai kecil itu.

Tiba-tiba, ada sebuah badai besar yang datang. Hembusannya sangat kuat, membuat tubuh mereka bergoyang, dan limbung. Terpaan yang begitu kuat segera membuat ujung-ujung pakaian mereka berkibar-kibar, mengelepak, dan mendorong tubuh mereka ke arah belakang. Untunglah, mereka saling berpegangan, dan dapat bertahan dari badai itu.

Namun, ada musibah lain yang menimpa mereka. Bekal minum mereka terbuka, dan terbawa angin yang kuat tadi. “Ah..kita akan mati kehausan disini, “ ujar seorang pengembara. Lelah bertahan seusai badai, keduanya duduk tercenung, menyesalkan hilangnya bekal minum mereka. Seseorang dari mereka, tampak menulis sesuatu di atas pasir dengan ujung jarinya. “Kami sedih. Kami kehilangan bekal minuman kami di tempat ini.” Pengembara yang lain tampak bingung, namun tetap membereskan perlengkapannya.

Badai sudah benar-benar usai, dan keduanya pun melanjutkan perjalanan. Setelah lama menyusuri padang, mereka melihat sebuah oasis di kejauhan. “Kita selamat, seru seorang pengembara, “lihat, ada air disana.” Mereka setengah berlari ke arah air itu. Untunglah, itu bukan fatamorgana.

Tampaklah sebuah kolam kecil dengan air yang cukup banyak. Keduanya pun segera minum sepuas-puasnya, dan mengambil sisanya untuk bekal perjalanan. Sambil beristirahat, pengembara yang sama mulai menulis sesuatu. Pisau yang digenggamnya digunakan untuk memahat di atas sebuah batu. “Kami bahagia. Kami dapat melanjutkan perjalanan karena menemukan tempat ini.”

Merasa bingung dengan tingkah sahabatnya, pengembara yang lain mulai bertanya. “Mengapa kini engkau menulis di atas batu, sementara tadi engkau menulis di atas pasir saat kita kehilangan bekal minum? Tersenyum mendengar pertanyaan itu, sang sahabat mulai menjawab. “Saat kita mendapat kesusahan, tulislah semua itu dalam pasir. Biarkan angin keikhlasan akan membawanya jauh dari ingatan. Biarkan catatan itu akan hilang bersama menyebarnya pasir ketulusan. Biarkan semuanya lenyap dan pupus.”

“Namun, ingatlah, saat kita mendapat kebahagiaan, pahatlah kemuliaan itu dalam batu, agar tetap terkenang dan membuat kita bahagia. Torehlah kenangan kesenangan itu dalam kerasnya batu, agar tak ada sesuatu yang dapat menghapusnya. Biarkan catatan kebahagiaan itu tetap ada. Biarkan semuanya tersimpan.”

Keduanya kembali tersenyum. Bekal minuman telah cukup, dan merekapun kembali meneruskan perjalanan mereka.

~ Author Unknown ~

0 komentar:

:a: :b: :c: :d: :e:
:f: :g: :h: :i: :j:
:k: :l: :m: :n: :o:
:p: :q: :r: :s: :t:
:u: :v: :w: :x: :y:
:z: :1: :2: :3: :4:
:5: :6: :7: :8: :9:
:10: :11: :12: :13: :14:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.