undefined
undefined
0
komentar
Posted in
Label:
Repost
undefined
Bocah: Ibu, bisakah saya mendapat pekerjaan memotong rumput di halaman Ibu?
Ibu (di ujung telepon sebelah sana): Saya sudah punya orang untuk mengerjakannya.
Bocah: Ibu bisa bayar saya setengah upah dari orang itu.
Ibu: Saya sudah sangat puas dengan hasil kerja orang itu.
Bocah (dengan sedikit memaksa): Saya juga akan menyapu pinggiran trotoar Ibu dan saya jamin di hari Minggu halaman rumah Ibu akan jadi yang tercantik di semua rumah dilingkungan ibu.
Ibu: Tidak, terima kasih.
Dengan senyuman di wajahnya, bocah itu menaruh kembali gagang telepon. Si pemilik toko, yang sedari tadi mendengarkan, menghampiri bocah itu.
Pemilik Toko: Nak, aku suka sikapmu, semangat positifmu, dan aku ingin menawarkanmu pekerjaan.
Bocah: Tidak. Makasih.
Pemilik Toko: Tapi tadi kedengarannya kamu sangat menginginkan pekerjaan.
Bocah: Oh, itu, Pak. Saya cuma mau mengecek apa kerjaan saya sudah bagus. Sayalah yang bekerja untuk Ibu tadi!....
Selamat mengevaluasi hidup kita di tahun 2011 dan Selamat Tahun Baru 2012..
Sumber : http://terselubung.blogspot.com/2011/12/renungan-akhir-tahun.html
0
komentar
Posted in
Label:
Repost
undefined
0
komentar
Posted in
Label:
Repost
undefined
0
komentar
Posted in
Label:
Repost
undefined
0
komentar
Posted in
Label:
Repost
undefined
0
komentar
Posted in
Label:
Repost
undefined
0
komentar
Posted in
Label:
Repost
undefined
0
komentar
Posted in
Label:
Repost
undefined
0
komentar
Posted in
Label:
Repost
undefined
0
komentar
Posted in
Label:
Repost
undefined
Ada 3 kaleng Coke (coca cola), ke-3 kaleng tersebut diproduksi di satu pabrik di Jawa Timur.
Ketika tiba harinya, sebuah truk datang ke pabrik tsb, mengangkut kaleng-kaleng coke tersebut dan menuju ke tempat yang berbeda untuk pendistribusian.
Pemberhentian pertama adalah Indomaret. Kaleng coke pertama diturunkan di sini.
Kaleng itu dipajang di rak bersama dengan kaleng coke lainnya yang diberi harga Rp.4.000,-
Pemberhentian kedua adalah pusat perbelanjaan Sogo Super Store.
Di sana, kaleng kedua diturunkan.
Kaleng tersebut ditempatkan di dalam kulkas Sogo Super Store supaya dingin dan dijual dengan harga Rp.7.500,-
Pemberhentian terakhir adalah hotel Sheraton sebuah hotel bintang 5 yang sangat mewah.
Kaleng coca cola ketiga diturunkan di sana. Kaleng ini tidak ditempatkan di rak atau di dalam kulkas.
Kaleng ini hanya akan dikeluarkan jika ada pesanan dari pelanggan.
Dan ketika ada yang pesan, kaleng ini dikeluarkan bersama dengan gelas kristal berisi es batu cube block. Semua disajikan di atas baki dan pelayan hotel akan membuka kaleng coke itu, menuangkannya ke dalam gelas dan dengan sopan menyajikannya ke pelanggan. Harganya adalah Rp. 40.000,-
Sekarang, pertanyaannya adalah :
Mengapa ketiga kaleng coke tersebut memiliki harga yang berbeda satu dengan yang lainnya padahal diproduksi dari pabrik yang sama di Jawa Timur, diantar dengan truk yang sama dan bahkan coke tersebut memiliki rasa dan aroma yang sama?
Lingkungan Andalah yang mencerminkan harga Anda.
Lingkungan berbicara tentang RELATIONSHIP.
Apabila Anda berada di lingkungan yang bisa mengeluarkan terbaik dari diri anda, maka Anda akan menjadi cemerlang.
Tapi bila Anda berada di lingkungan yang meng-kerdil- kan diri Anda, maka Anda akan menjadi kerdil.
Orang yang sama, bakat yang sama, kemampuan yang sama, namun ditambah lingkungan yang berbeda, akan menghasilkan NILAI YANG BERBEDA.
sumber : http://www.inspirasidaily.com/kisah-3-kaleng-coke/
0
komentar
Posted in
Label:
Repost
undefined
Kelakuannya juga sering nggak beres, sering tipu-tipu, bohong sana-sini. Tapi anehnya, apa yang dia doain, semuanya dipenuhi. Orang sholeh ini pun heran. Akhirnya, dia pun dateng ke seorang ustadz. Ceritalah dia permasalahan yang sedang dihadapi. Tentang doanya yang sulit terkabul padahal dia taat, sedangkan temannya yang bandel, malah dapat apa yang dia inginkan.
Tersenyumlah ustadz ini. Bertanyalah si ustadz ke orang ini. Kalau Anda lagi duduk di warung, kemudian datang pengamen, tampilannya urakan, maen musiknya gak bener, suaranya fals, bagaimana? Orang sholeh tadi menjawab, segera saya kasih pak ustadz, gak nahan ngeliat dan ndengerin dia lama-lama di situ, sambil nyanyi pula.
Kalau pengamennya yang dateng rapi, main musiknya enak, suaranya empuk, bawain lagu yang kamu suka, bagaimana? Wah, kalo gitu, saya dengerin ustadz. Saya biarin dia nyanyi sampai habis. Lama pun nggak masalah. Kalau perlu saya suruh nyanyi lagi. Nyanyi sampai sealbum pun saya rela. Kalau pengamen tadi saya kasih 500, yang ini 10.000 juga berani, ustadz.
Pak ustadz pun tersenyum. begitulah nak. Allah ketika melihat engkau, yang sholeh, datang menghadap-Nya, Allah betah ndengerin doamu. Melihat kamu. Dan Allah pengen sering ketemu kamu dalam waktu yang lama. Buat Allah, ngasih apa yang kamu mau itu gampang betul. Tapi Dia pengen nahan kamu biar khusyuk, biar deket sama Dia. Coba bayangin, kalo doamu cepet dikabulin, apa kamu bakal sedeket ini? Dan di penghujung nanti, apa yang kamu dapatkan kemungkinan besar jauh lebih besar dari apa yang kamu minta.
Beda sama temenmu itu. Allah gak mau kayaknya, dia deket-deket sama Allah. Udah dibiarin biar bergelimang dosa aja dia ini. Makanya Allah buru-buru kasih aja. Udah. Jatahnya ya segitu doang. Gak nambah lagi.
Dan yakinlah, kata pak ustadz, kalaupun apa yang kamu minta ternyata gak Allah kasih sampai akhir hidupmu, masih ada akhirat, nak. Sebaik-baik pembalasan adalah jatah surga buat kita. Nggak bakal ngerasa kurang kita di situ.
Tersadarlah orang tadi. Ia pun beristighfar, sudah berprasangka buruk kepada Allah. Padahal Allah betul-betul amat menyayanginya.
*By Yusuf Mansur network
Sumber:https://www.facebook.com/notes/kumpulan-doa-doa-islam-sehari-hari/dibalik-doa-yang-tidak-terkabul/10150426616369935
0
komentar
Posted in
Label:
Repost
undefined
Pada suatu hari terjadi bencana di daerah tersebut. Karena hujan turun deras agak berkepanjangan, permukaan sungai semakin lama semakin naik, dan akhirnya terjadilah banjir.
Saat itu banjir sudah sampai ketinggian lutut orang dewasa. Daerah tersebut pelan-pelan mulai terisolir. Orang - orang sudah banyak yang mulai mengungsi dari daerah tersebut, takut kalau permukaan air semakin tinggi.
Lain dengan orang-orang yang sudah mulai ribut mengungsi, lelaki tersebut tampak tenang tinggal dirumah. Akhirnya datanglah truk penyelamat berhenti di depan rumah lelaki tersebut.
“Pak, cepat masuk ikut truk ini, nggak lama lagi banjir semakin tinggi”, teriak salah satu regu penolong ke lelaki tersebut.
Si lelaki menjawab: “Tidak, terima kasih, anda terus saja menolong yang lain. Saya pasti akan diselamatkan Tuhan. Saya ini kan sangat rajin berdoa.”
Setelah beberapa kali membujuk tidak bisa, akhirnya truk tersebut melanjutkan perjalanan untuk menolong yang lain.
Permukaan air semakin tinggi. Ketinggian mulai mencapai 1.5 meter. Lelaki tersebut masih di rumah, duduk di atas almari.
Datanglah regu penolong dengan membawa perahu karet dan berhenti di depan rumah lelaki tersebut.
“Pak, cepat kesini, naik perahu ini. Keadan semakin tidak terkendali. Kemungkinan air akan semakin meninggi.
Lagi-lagi laki-laki tersebut berkata: ” Terima kasih, tidak usah menolong saya, saya orang yang beriman, saya yakin Tuhan akan selamatkan saya dari keadaan ini.
Perahu dan regu penolongpun pergi tanpa dapat membawa lelaki tersebut.
Perkiraan banjir semakin besar ternyata menjadi kenyatan. Ketinggian air sudah sedemikian tinggi sehingga air sudah hampir menenggelamkan rumah-rumah disitu. Lelaki itu nampak di atas wuwungan rumahnya sambil terus berdoa.
Datanglah sebuah helikopter dan regu penolong. Regu penolong melihat ada seorang laki-laki duduk di wuwungan rumahnya. Mereka melempar tangga tali dari pesawat. Dari atas terdengar suara dari megaphone: ” Pak, cepat pegang tali itu dan naiklah kesini. “, tetapi lagi-lagi laki-laki tersebut menjawab dengan berteriak:”Terima kasih, tapi anda tidak usah menolong saya. Saya orang yang beriman dan rajin berdoa. Tuhan pasti akan menyelamatkan saya.
Ketinggian banjir semakin lama semakin naik, dan akhirnya seluruh rumah di daerah tersebut sudah terendam seluruhnya.
Bagaimana nasib lelaki tersebut?
Lelaki tersebut akhirnya mati tenggelam.
Di akhirat dia dihadapkan pada Tuhan. Lelaki ini kemudian mulai berbicara bernada protes:”Ya Tuhan, aku selalu berdoa padamu, selalu ingat padamu, tapi kenapa aku tidak engkau selamatkan dari banjir itu?”
Tuhan menjawab dengan singkat: “Aku selalu mendengar doa-doamu, untuk itulah aku telah mengirimkan Truk, kemudian perahu dan terakhir pesawat helikopter. Tetapi kenapa kamu tidak ikut salah satupun?
Sebuah cerita menarik. Demikian juga dalam kehidupan kita, kita bekerja dan selalu melakukan doa kepada Tuhan. Dan Tuhan sudah sering mengirimkan “truk”, “perahu”, dan “pesawat”
kepada kita, tapi kita tidak menyadarinya.
Sumber : ATMO-SPHERE 65 [Protector of Knowledge]
0
komentar
Posted in
Label:
Repost
undefined
Sang pemburu monyet, akan menggunakan sebuah toples berleher panjang dan sempit, dan menanamnya di tanah. Toples kaca yang berat itu berisi kacang, ditambah dengan aroma yang kuat dari bahan-bahan yang disukai monyet-monyet Afrika. Mereka meletakkannya di sore hari, dan mengikat/menanam toples itu erat-erat ke dalam tanah. Keesokan harinya, mereka akan menemukan beberapa monyet yang terperangkap, dengan tangan yang terjulur, dalam setiap botol yang dijadikan jebakan.
Tentu, kita tahu mengapa ini terjadi. Monyet-monyet itu tak melepaskan tangannya sebelum mendapatkan kacang-kacang yang menjadi jebakan. Mereka tertarik pada aroma yang keluar dari setiap toples, lalu mengamati, menjulurkan tangan, dan terjebak. Monyet itu, tak akan dapat terlepas dari toples, sebelum ia melepaskan kacang yang di gengamnya. Selama ia tetap mempertahankan kacang-kacang itu, selama itu pula ia terjebak. Toples itu terlalu berat untuk diangkat, sebab tertanam di tanah. Monyet tak akan dapat pergi kemana-mana.
Kita mungkin tertawa dengan tingkah monyet itu Kita bisa jadi terbahak saat melihat kebodohan monyet yang terperangkap dalam toples. Tapi, mungkin, sesungguhnya, kita sedang menertawakan diri kita sendiri. Betapa sering, kita mengengam setiap permasalahan yang kita miliki, layaknya monyet yang mengenggam kacang. Kita sering mendendam, tak mudah memberikan maaf, tak mudah melepaskan maaf, memendam setiap amarah dalam dada, seakan tak mau melepaskan selamanya.
Seringkali, kita, yang bodoh ini, membawa "toples-toples" itu kemana pun kita pergi. Dengan beban yang berat, kita berusaha untuk terus berjalan. Tanpa sadar, kita sebenarnya sedang terperangkap dengan persoalan pribadi yang kita alami.
Bukankah lebih mudah jika kita melepaskan setiap masalah yang lalu, dan menatap hari esok dengan lebih cerah? Bukankah lebih menyenangkan, untuk memberikan maaf bagi setiap orang yang pernah berbuat salah kepada kita? Karena, kita pun bisa jadi juga bisa berbuat kesalahan yang sama. Bukankah lebih terasa nyaman, saat kita membagikan setiap masalah kepada orang lain, kepada teman, agar di cari penyelesaiannya, daripada terus dipendam?
Sumber : ATMO-SPHERE 65 [Protector of Knowledge]
0
komentar
Posted in
Label:
Repost
undefined
LIMA belas tahun lalu saya pernah mengajukan protes pada guru sebuah sekolah tempat anak saya belajar di Amerika Serikat. Masalahnya, karangan berbahasa Inggris yang ditulis anak saya seadanya itu telah diberi nilai E (excellence) yang artinya sempurna, hebat, bagus sekali. Padahal dia baru saja tiba di Amerika dan baru mulai belajar bahasa.
Karangan yang dia tulis sehari sebelumnya itu pernah ditunjukkan kepada saya dan saya mencemaskan kemampuan verbalnya yang terbatas. Menurut saya tulisan itu buruk, logikanya sangat sederhana. Saya memintanya memperbaiki kembali, sampai dia menyerah.
Rupanya karangan itulah yang diserahkan anak saya kepada gurunya dan bukan diberi nilai buruk, malah dipuji. Ada apa? Apa tidak salah memberi nilai? Bukankah pendidikan memerlukan kesungguhan? Kalau begini saja sudah diberinilai tinggi, saya khawatir anak saya cepat puas diri.
Sewaktu saya protes, ibu guru yang menerima saya hanya bertanya singkat. “Maaf Bapak dari mana?”
“Dari Indonesia,” jawab saya.
Dia pun tersenyum.
BUDAYA MENGHUKUM
Pertemuan itu merupakan sebuah titik balik yang penting bagi hidup saya. Itulah saat yang mengubah cara saya dalam mendidik dan membangun masyarakat.
“Saya mengerti,” jawab ibu guru yang wajahnya mulai berkerut, namun tetap simpatik itu. “Beberapa kali saya bertemu ayah-ibu dari Indonesia yang anak anaknya dididik di sini,” lanjutnya. “Di negeri Anda, guru sangat sulit memberi nilai. Filosofi kami mendidik di sini bukan untuk menghukum, melainkan untuk merangsang orang agar maju. Encouragement! ” Dia pun melanjutkan argumentasinya.
“Saya sudah 20 tahun mengajar. Setiap anak berbeda-beda. Namun untuk anak sebesar itu, baru tiba dari negara yang bahasa ibunya bukan bahasa Inggris, saya dapat menjamin, ini adalah karya yang hebat,” ujarnya menunjuk karangan berbahasa Inggris yang dibuat anak saya.
Dari diskusi itu saya mendapat pelajaran berharga. KITA TIDAK DAPAT MENGUKUR PRESTASI ORANG LAIN MENURUT UKURAN KITA.
Saya teringat betapa mudahnya saya menyelesaikan study saya yang bergelimang nilai “A”, dari program master hingga doktor.
Sementara di Indonesia, saya harus menyelesaikan studi jungkir balik ditengarai ancaman drop out dan para penguji yang siap menerkam. Saat ujian program doktor saya pun dapat melewatinya dengan mudah.
Pertanyaan mereka memang sangat serius dan membuat saya harus benar-benar siap. Namun suasana ujian dibuat sangat bersahabat. Seorang penguji bertanya dan penguji yang lain tidak ikut menekan, melainkan ikut membantu memberikan jalan begitu mereka tahu jawabannya. Mereka menunjukkan grafik-grafik yang saya buat dan menerangkan seterang-terangnya sehingga kami makin mengerti.
Ujian penuh puja-puji, menanyakan ihwal masa depan dan mendiskusikan kekurangan penuh keterbukaan.
Pada saat kembali ke Tanah Air, banyak hal sebaliknya sering saya saksikan. Para pengajar bukan saling menolong, malah ikut “menelan” mahasiswanya yang duduk di bangku ujian.
***
Etika seseorang penguji atau promotor membela atau meluruskan pertanyaan, penguji marah-marah, tersinggung, dan menyebarkan berita tidak sedap seakan-akan kebaikan itu ada udang di balik batunya. Saya sempat mengalami frustrasi yang luar biasa menyaksikan bagaimana para dosen menguji, yang maaf, menurut saya sangat tidak manusiawi.
Mereka bukan melakukan ENCOURAGEMENT, melainkan discouragement. Hasilnya pun bisa diduga, kelulusan rendah dan yang diluluskan pun kualitasnya tidak hebat-hebat betul. Orang yang tertekan ternyata belakangan saya temukan juga menguji dengan cara menekan. Ada semacam balas dendam dan kecurigaan.
Saya ingat betul bagaimana guru-guru di Amerika memajukan anak didiknya. Saya berpikir pantaslah anak-anak di sana mampu menjadi penulis karya-karya ilmiah yang hebat, bahkan penerima Hadiah Nobel. Bukan karena mereka punya guru yang pintar secara akademis, melainkan karakternya sangat kuat: karakter yang membangun, bukan merusak.
Kembali ke pengalaman anak saya di atas, ibu guru mengingatkan saya. “Janganlah kita mengukur kualitas anak-anak kita dengan kemampuan kita yang sudah jauh di depan,” ujarnya dengan penuh kesungguhan.
Saya juga teringat dengan rapor anak-anak di Amerika yang ditulis dalam bentuk verbal.
Anak-anak Indonesia yang baru tiba umumnya mengalami kesulitan, namun rapornya tidak diberi nilai merah, melainkan diberi kalimat yang mendorongnya untuk bekerja lebih keras, seperti berikut. “Sarah telah memulainya dengan berat, dia mencobanya dengan sungguh-sungguh. Namun Sarah telah menunjukkan kemajuan yang berarti.”
Malam itu saya mendatangi anak saya yang tengah tertidur dan mengecup keningnya. Saya ingin memeluknya di tengah-tengah rasa salah telah memberi penilaian yang tidak objektif.
Dia pernah protes saat menerima nilai E yang berarti excellent (sempurna), tetapi saya mengatakan “gurunya salah”. Kini saya melihatnya dengan kacamata yang berbeda.
MELAHIRKAN KEHEBATAN
Bisakah kita mencetak orang-orang hebat dengan cara menciptakan hambatan dan rasa takut? Bukan tidak mustahil kita adalah generasi yang dibentuk oleh sejuta ancaman: gesper, rotan pemukul, tangan bercincin batu akik, kapur, dan penghapus yang dilontarkan dengan keras oleh guru, sundutan rokok, dan seterusnya.
Kita dibesarkan dengan seribu satu kata-kata ancaman: Awas…; Kalau,…; Nanti,…; dan tentu saja tulisan berwarna merah menyala di atas kertas ujian dan rapor di sekolah.
SEKOLAH yang membuat kita TIDAK NYAMAN mungkin telah membuat kita MENJADI LEBIH DISIPLIN. Namun di lain pihak dia juga bisa MEMATIKAN INISIATIF dan MENGENDURKAN SEMANGAT. Temuan-temuan baru dalam ilmu otak ternyata menunjukkan otak manusia tidak statis, melainkan dapat mengerucut (mengecil) atau sebaliknya, dapat tumbuh.
Semua itu sangat tergantung dari ancaman atau dukungan (dorongan) yang didapat dari orang-orang di sekitarnya. Dengan demikian kecerdasan manusia dapat tumbuh, sebaliknya dapat menurun. Seperti yang sering saya katakan, ada orang pintar dan ada orang yang kurang pintar atau bodoh.
Tetapi juga ada orang yang tambah pintar dan ada orang yang tambah bodoh.
Mari kita renungkan dan mulailah mendorong kemajuan, bukan menaburkan ancaman atau ketakutan. Bantulah orang lain untuk maju, bukan dengan menghina atau memberi ancaman yang menakut-nakuti.
0
komentar
Posted in
Label:
Repost
undefined
"Dijual Anak Anjing".
Ia bertanya :
... "Berapa harga seekor anak anjing?"
Pemilik toko menjawab, "Sekitar 30 sampai 50 Dollar."
Anak itu berkata,
"Aku hanya mempunyai 23,5 Dollar. Bisakah aku melihat-lihat anak anjing itu?"
Pemilik toko tersenyum. Ia lalu bersiul. Tak lama kemudian muncullah lima ekor anak anjing sambil berlarian.
Tapi ada seekor yang tampak tertinggal di belakang.
Anak itu bertanya,
"Kenapa anak anjing itu?"
Pemilik toko menjelaskan bahwa anak anjing itu menderita cacat karena kelainan di pinggul saat lahir.
Anak lelaki itu tampak gembira dan berkata,
"Aku beli anak anjing itu."
Pemilik toko menjawab, "Jangan, jangan beli anak anjing cacat itu, Nak. Jika kau ingin memilikinya, aku akan berikan saja untukmu."
Anak itu kecewa.
Ia menatap pemilik toko itu dan berkata,
"Aku tak mau diberikan cuma-cuma. Meski cacat, harganya sama seperti anak anjing lainnya. Aku akan bayar penuh. Saat ini uangku 23,5 Dollar. Setiap hari aku akan mengangsur 0,5 Dollar sampai lunas."
Tetapi lelaki itu menolak, "Nak, jangan beli anak anjing ini. Dia tidak bisa lari cepat, tidak bisa melompat & bermain seperti anak anjing lainnya."
Anak itu terdiam. Lalu ia menarik ujung celana panjangnya. Dan tampaklah kaki yang cacat.
Ia menatap pemilik toko itu dan berkata,
"Tuan, aku pun tidak bisa berlari cepat. Akupun tidak bisa melompat-lompat dan bermain-main seperti anak lelaki lain. Oleh karena itu aku tahu, bahwa anak anjing itu membutuhkan seseorang yg bisa mengerti penderitaannya."
Pemilik toko itu terharu dan berkata,
"Aku akan berdoa setiap hari agar anak-anak anjing ini mempunyai majikan sebaik engkau."
Nilai kemuliaan hidup bukanlah terletak pada status ataupun ke lebihan yang kita miliki,
melainkan pada apa yang kita lakukan berdasarkan pada Hati Nurani.
Yang mengerti dan menerima kekurangan.
"Keindahan fisik bukanlah jaminan keindahan batinnya".
0
komentar
Posted in
Label:
Repost
undefined
Sang kakak telah berkeluarga dgn 2 orang anak, sedangkan si adik masih melajang.
Mereka menggarap satu lahan berdua dan ketika panen, hasilnya mereka bagi sama rata.
Disuatu malam setelah panen, si adik duduk sendiri dan berfikir. "pembagian ini sungguh tidak adil, seharusnya kakakku lah yg mendapat bagian lebih banyak karena dia hidup dgn istri dan kedua anaknya." Maka dimalam yg sunyi itu diam2 dia menggotong satu karung padi miliknya dan meletakkanya dilumbung padi milik kakaknya".
Ditempat yg lain, sang kakak juga sdg berfikir, "pembagian ini adil jika adikku mendapat bagian yg lebih bnyak, karena ia hidup sendiri, jika terjadi apa2 dgnnya tak ada yg mengurus, sedangkan aku ada anak dan istri yg kelak merawatku."
Maka sang kakakpun bergegas mengambil satu karung dari lumbungnya dan mengantarkan dgn diam2 ke lumbung milik sang adik.
Kejadian ini terjadi bertahun-tahun. Dalam benak mereka ada tanda tanya, kenapa lumbung padi mereka seperti tak berkurang meski telah menguranginya setiap kali panen?
Hingga disuatu malam yg lengang setelah panen, mereka berdua bertemu ditengah jalan. Masing2 mereka menggotong satu karung padi. Tanda tanya dalam benak mereka terjawab sudah, seketika mereka saling memeluk erat, mereka sungguh terharu menyadari betapa mereka saling menyayangi.
Beginilah seharusnya kita bersaudara.
Harta tidak menjadi pemicu permusuhan melainkan menjadi perekat yg teramat kuat diantara saudara.
Tuhan telah menanamkan cinta pada hati mereka yg mau lelah memikirkan nasib saudara2 mereka.
Tuhan tak akan membiarkan kita kekurangan jika kita selalu berusaha mencukupi kehidupan orang lain. Tuhan tak akan menyusahkan kita yg selalu berusaha membahagiakan orang lain.
THE POWER OF GIVING....
Sumber: http://terselubung.blogspot.com/2012/01/renungan-sore.html
0
komentar
Posted in
Label:
Repost
undefined
Beberapa saat kemudian pria itu mengulangi leluconnya, namun kali ini hanya beberapa orang saja yang tertawa.
5 menit kemudian pria itu kembali menceritakan lelucon yang sama, dan ternyata gak ada yang tertawa.
Pria inipun tersenyum lebar, sambil berkata:
"Bila kamu gak bisa tertawa berulang-ulang pada lelucon yang sama, lalu mengapa kamu terus menyesal berulang-ulang pada masalah yang sama?"
0
komentar
Posted in
Label:
Repost
undefined
"Lihatlah telapak tanganmu..!"
Ada bbrp garis utama yg menentukan nasib.
Ada garis kehidupan.
Ada garis rezeki &
Ada pula garis jodoh.
Sekarang, menggenggamlah..
Dimana semua garis tadi ?
“Di dalam telapak tangan yg kita genggam.”
Nah, apa artinya itu?
Apapun takdir & keadaan kita kelak, semua itu ada dalam genggaman kita sendiri.
Kita lihat bukan? Bahwa semua garis tadi ada di tangan Kita.
Dan, begitulah rahasia sukses..
Berjuang & berusaha dengan berbagai cara utk menentukan nasib sendiri..
Tetapi coba lihat pula genggaman kita.
Bukankah masih ada garis yg tidak ikut tergenggam?
Sisa garis itulah yg berada di luar kendali kita.. Karena di sanalah letak kekuatan Sang Maha Pencipta yg kita tidak akan mampu lakukan & itulah bagianNya, Allah Azza wajalla.
Genggam & lakukan bagianmu dengan kerja keras & kesungguhan, & bawalah kepada Tuhan bagian yg tidak mampu kita lakukan..!
(Copy from Ismiy Sutrisno's wall)
0
komentar
Posted in
Label:
Repost
undefined
Kelihatannya, begitu sulit.
Si anak laki laki tersebut merasa kasihan pada kupu-kupu tersebut dan berpikir cara untuk membantu si kupu kupu agar bisa keluar dengan mudah.
Akhirnya si anak laki-laki tadi menemukan ide dan segera mengambil gunting, membantu memotong kepompong agar kupu kupu bisa segera keluar dari sana.
Alangkah senang dan leganya si anak laki-laki tersebut.Tetapi apa yang terjadi? Si kupu-kupu memang bisa keluar dari sana, tetapi kupu-kupu tersebut tidak dapat terbang, hanya dapat merayap. Apa sebabnya?
Ternyata bagi seekor kupu-kupu yang sedang berjuang dari kepompongnya tersebut, yaitu pada saat dia mengerahkan seluruh tenaganya, ada suatu cairan di dalam tubuhnya yang mengalir dengan kuat ke seluruh tubuhnya yang membuat sayapnya bisa mengembang sehingga ia dapat terbang, tetapi karena tidak ada lagi perjuangan tersebut, maka sayapnya tidak dapat mengembang sehingga jadilah ia seekor kupu kupu yang hanya dapat merayap.
Kadangkala good intention, niat baik kita belum tentu menghasilkan sesuatu yang baik. Sama seperti pada saat kita mengajar anak kita. Kadangkala kita sering membantu mereka karena kasihan/rasa sayang, tapi sebenarnya malah membuat mereka tidak mandiri. Membuat potensi dalam dirinya tidak berkembang. Mematikan kreativitas, karena kita tidak tega melihat mereka mengalami kesulitan, yang sebenarnya jika mereka berhasil melewatinya, mereka justru menjadi KUAT.
Demikian juga pada saat kita sedang harus berjuang menghadapi sesuatu, jangan mengharapkan bantuan orang lain, berjuanglah dahulu dengan mengerahkan segala kemampuanmu. Justru itu akan membuatmu kuat.
Hidup penuh dengan PERJUANGAN yang harus kita lewati,
supaya "SAYAP" kita bisa terkembang dengan sempurna, untuk kita pakai "TERBANG" melewati masalah kita.
Sumber : http://terselubung.blogspot.com/2011/12/renungan-sore_21.html
0
komentar
Posted in
Label:
Repost
undefined
Ayah dari anak yang akan dioperasi menghampirinya "Kenapa lama sekali anda sampai ke sini?
Apa Anda tidak tahu, nyawa anak saya terancam jika tidak segera dioperasi?" Labrak si Ayah.
Dokter itu tersenyum,
"Maaf, saya sedang tidak di RS tadi, tapi saya secepatnya ke sini setelah ditelepon pihak RS."
Kemudian ia menuju Ruang Operasi, setelah beberapa jam ia keluar dengan senyuman di wajahnya, "Syukurlah keadaan anak Anda kini stabil."
Tanpa menunggu jawaban sang Ayah, Dokter berkata, "Suster akan membantu Anda jika ada yang ingin anda tanyakan." Dokter tersebut berlalu.
"Kenapa Dokter itu angkuh sekali? Dia kan sepatutnya memberikan penjelasan mengenai keadaan anak saya!!!" Sang Ayah berkata pada Suster.
Sambil meneteskan airmata Suster menjawab :
"Anak Dokter itu meninggal dunia dalam kecelakaan kemarin sore, ia sedang menguburkan anaknya saat kami meneleponnya untuk melakukan operasi pada anak anda. Sekarang anak Anda telah selamat, ia bisa kembali berkabung."
JANGAN PΕRNΑН TERBURU-BURU MENILAI SESEORANG
Tapi maklumilah, tiap jiwa di sekeliling kita punya misi dan visi masing-masing yang berbeda.
Αdα air mata di balik setiap senyuman,
Αdα kasih sayang di balik setiap amarah,
Αdα pengorbanan dibalik setiap ketidakpedulian,
Αdα harapan dibalik setiap kesakitan,
Αdα kekecewaan di balik setiap derai tawa.
Semoga bermanfaat agar kita menjadi Manusia yang makin Bijaksana & Bersyukur dengan apa yang telah TUHAN berikan dalam hidup ini.
INGAT, tiap manusia punya porsi dengan masalahnya masing masing.
TERSENYUMLAH
Senyum mampu membasuh setiap luka
MAAFKANLAH
Maaf mampu menyembuhkan semua rasa sakit.
Maafkan, tapi jangan lupakan, sebab yang tidak enak di hati, jadikan vitamin di saat kamu tak bersemangat, tapi jangan menyimpannya sebagai luka dihatimu.
Sumber : http://terselubung.blogspot.com/2011/12/renungan-sore.html
0
komentar
Posted in
Label:
Repost
undefined
Pada perjalanan pulang, sang Ayah bertanya kepada anaknya.
' Bagaimana perjalanan kali ini?'
' Wah, sangat luar biasa Ayah'
' Kau lihatkan betapa manusia bisa sangat miskin' kata ayahnya.
' Oh iya' kata anaknya
' Jadi, pelajaran apa yang dapat kamu ambil?' tanya ayahnya.
Kemudian si anak menjawab. ' saya saksikan bahwa kita hanya punya satu anjing, mereka punya empat.
Kita punya kolam renang yang luasnya sampai ketengah taman kita dan mereka memiliki telaga yang tidak ada batasnya.
Kita mengimpor lentera-lentera di taman kita dan mereka memiliki bintang-bintang pada malam hari.
Kita memiliki patio sampai ke halaman depan, dan mereka memiliki cakrawala secara utuh.
Kita memiliki sebidang tanah untuk tempat tinggal dan mereka memiliki ladang yang melampaui pandangan kita.
Kita punya pelayan-pelayan untuk melayani kita, tapi mereka melayani sesamanya.
Kita membeli untuk makanan kita, mereka menumbuhkannya sendiri.
Kita mempunyai tembok untuk melindungi kekayaan kita dan mereka memiliki sahabat-sahabat untuk saling melindungi.'
Mendengar hal ini sang Ayah tak dapat berbicara.
Kemudian sang anak menambahkan ' Terimakasih Ayah, telah menunjukan kepada saya betapa miskinnya kita.'
Betapa seringnya kita melupakan apa yang kita miliki dan terus memikirkan apa yang tidak kita punya. Apa yang dianggap tidak berharga oleh seseorang ternyata merupakan dambaan bagi orang lain. Semua ini berdasarkan kepada cara pandang seseorang. Membuat kita bertanya apakah yang akan terjadi jika kita semua bersyukur kepada Tuhan sebagai rasa terima kasih kita atas semua yang telah disediakan untuk kita daripada kita terus menerus khawatir untuk meminta lebih.
0
komentar
Posted in
Label:
Repost
undefined
Keliatan seekor ulat di antara dedaunan yg menghijau bergoyang-goyang di terpa angin.
”Apa kabar daun hijau” katanya …..
Tersentak daun hijau menoleh kearah suara yg datang .
”Ohh…kamu ulat , badanmu keliatan kurus dan kecil…mengapa ?” tanya daun hijau .
”Aku hampir tidak mendapatkan dedaunan untuk makananku , bolehkan engkau membantuku sahabat ? ” kata ulat kecil .
”Tentu….tentu, dekatlah kemari ,’daun hijau berpikir ‘ Jika aku memberikan sedikit saja daunku ini untuk makanan si ulat, aku akan tetap hijau . Hanya saja aku akan keliatan berlobang-lobang. ..tapi tak apalah .”
Perlahan-lahan ulat menggerakkan tubuhnya menuju ke daun hijau . Setelah makan dengan kenyang ulat berterima kasih kepada daun hijau yg telah merelakan sebagian tubuhnya menjadi makanan si ulat .
Ketika ulat mengucapkan terima kasih kepada sahabat yg penuh kasih dan pengorbanan itu , ada rasa puas di dalam diri daun hijau . Sekali pun tubuhnya kini berlobang di sana sini namun ia bahagia dapat melakukan sesuatu bagi ulat kecil yg lapar .
Tidak lama berselang ketika musim panas datang daun hijau menjadi kering dan berubah warna . Akhirnya ia jatuh ketanah di sapu orang dan dibakar
Sumber : CCM
13
komentar
Posted in
Label:
Repost
undefined
Sesampainya di sekolah ia langsung menyapa teman-temannya dan langsung menuju ke belakang sekolah untuk merokok dan nongkrong-nongkrong bersama teman-temannya. Hari itu, lagi-lagi Arif tidak masuk kelas padahal ia sudah kelas III SMA dan tidak lama lagi akan menghadapi Ujian. Ia hanya menghabiskan waktunya dengan bermain gitar dan merokok di belakang sekolah bersama teman-temannya. “Rif, kapan kamu akan membayar hutangmu yang kemarin?”, tanya salah satu temannya. “Nanti sore pasti kubayar, jangan takut”, Arif menjawab dengan yakin meskipun sebenarnya ia sedang tidak memegang uang sedikit pun.
Siang harinya, ia bolos ke luar sekolah dengan meloncati pagar sekolah. Ia pergi ke sebuah pasar di dekat sekolahnya dan mencoba mencopet karena butuh uang untuk membayar hutang pada temannya. Ia berhasil mengambil dompet korbannya namun belum sukses melarikan diri dari kejaran masa. Akhirnya ia gagal melarikan diri. Arif babak belur dihakimi masa dan akhirnya dibawa ke kantor polisi untuk ditindak lebih lanjut. Setibanya di kantor polisi, orang tua Arif langsung ditelpon dan diminta untuk datang ke kantor polisi. Ibunya kaget dan langsung menangis mendengar anak satu-satunya harus berurusan dengan polisi. Dengan wajah babak belur karena dihajar masa, Arif menangis dan menyesali perbuatannya. Ia menyesal karena selalu mengecewakan ibunya. Bahkan saat ibunya sakit sekalipun ia tidak pernah peduli dengan keadaan ibunya. Ia hanya sibuk bergaul dengan teman-temannya. Dalam tangisannya, Arif berjanji akan membahagiakan ibunya. Ia berjanji dengan dirinya sendiri untuk langsung mencium kaki sang ibu saat ibunya datang menjemputnya di kantor polisi.
Detik demi detik, menit demi menit, dan tiga jam sudah berlalu. Orang tua Arif belum juga datang. Arif pun merasa gelisah. Setelah tiga jam lewat, akhirnya telpon arif berbunyi. Di ujung telpon terdengar suara petugas rumah sakit yang mengabarkan bahwa ibunya sedang dalam kondisi kritis setelah mengalami tabrakan dalam perjalanan menuju kantor polisi. Ibunya tertabrak sebuah mobil saat menyeberangi jalan. Arif pun histeris. Ia langsung menuju rumah sakit dengan diantar oleh pihak kepolisian. Di tengah perjalanan, ia meminta untuk berhenti dan membeli setangkai bunga untuk sang ibu. Nampaknya Arif ingin memberikan sebuah kado ulang tahun untuk ibunya.
Sesampainya di rumah sakit, Arif berlari menuju kamar sang ibu. Ia kaget karena ibunya tidak ada di ruangan. Ia mencari informasi ke sana kemari dan akhirnya ia mendengar sebuah kabar buruk yang sesungguhnya tidak ingin ia dengar. Ibunya baru saja dipindahkan ke kamar mayat. Ya..ibu Arif tidak bisa diselamatkan. Ia meninggal dunia karena kehabisan darah. Setelah mendengar kenyataan pahit itu, Arif pun terdiam. Bunga yang baru ia beli jatuh ke lantai. Ia berlari menuju jenazah sang ibu. Ia menangis histeris seakan tidak bisa menerima kenyataan. Tangisannya semakin dalam ketika ia menemukan sebuah dokumen pembelian sepeda motor di dalam tas ibunya. Rupanya hari ini ibunya berhasil mengumpulkan uang dan membelikan sebuah sepeda motor untuk Arif. Ia sangat menyesal karena selama ini hanya bisa mengeluh dan mengeluh. Salah seorang saksi mengatakan bahwa selama ini ibunya Arif menjadi pengamen dan penjual kue di pasar. Biar bagaimanapun, tangisan Arif tidak dapat mengembalikan apa-apa. Ia sudah terlambat untuk menyesal. Semua telah terjadi.
Bagi Anda yang masih mempunyai orang tua, sayangilah mereka. Berikan yang terbaik untuk mereka. Jangan sampai kita menyakiti hati mereka apalagi sampai membuat mereka menangis. Sudahkan Anda menanyakan kabar orang tua Anda sekarang? Jika belum, telponlah mereka. Tanyakan keadaan mereka dan katakan bahwa Anda sangat menyayangi mereka. Jangan sampai terlambat. Karena kita tidak pernah tau apa yang akan terjadi besok bahkan satu detik ke depan. Semoga ada sesuatu yang bisa kita petik dari cerita ini. Sekian…
0
komentar
Posted in
Label:
Repost
undefined
“Mengapa begitu lama menciptakan wanita, Tuhan?”
Tuhan menjawab,
“Sudahkah engkau melihat setiap detail yang saya ciptakan untuk wanita?” Lihatlah dua tangannya mampu menjaga banyak anak pada saat bersamaan, punya pelukan yang dapat menyembuhkan sakit hati dan keterpurukan, dan semua itu hanya dengan dua tangan“.
Malaikat menjawab dan takjub,
“Hanya dengan dua tangan? tidak mungkin!
Tuhan menjawab,
“Tidakkah kau tahu, dia juga mampu menyembuhkan dirinya sendiri dan bisa bekerja 18 jam sehari“.
Malaikat mendekat dan mengamati wanita tersebut dan bertanya,
“Tuhan, kenapa wanita terlihat begitu lelah dan rapuh seolah-olah terlalu banyak beban baginya?”
Tuhan menjawab,
“Itu tidak seperti yang kau bayangkan, itu adalah air mata.”
“Untuk apa?“, tanya malaikat.
Tuhan melanjutkan,
“Air mata adalah salah satu cara dia mengekspresikan kegembiraan, kegalauan, cinta, kesepian, penderitaan, dan kebanggaan, serta wanita ini mempunyai kekuatan mempesona laki-laki, ini hanya beberapa kemampuan yang dimiliki wanita. Dia dapat mengatasi beban lebih dari laki-laki, dia mampu menyimpan kebahagiaan dan pendapatnya sendiri, dia mampu tersenyum saat hatinya menjerit, mampu menyanyi saat menangis, menangis saat terharu, bahkan tertawa saat ketakutan. Dia berkorban demi orang yang dicintainya, dia mampu berdiri melawan ketidakadilan, dia menangis saat melihat anaknya adalah pemenang, dia girang dan bersorak saat kawannya tertawa bahagia, dia begitu bahagia mendengar suara kelahiran. Dia begitu bersedih mendengar berita kesakitan dan kematian, tapi dia mampu mengatasinya. Dia tahu bahwa sebuah ciuman dan pelukan dapat menyembuhkan luka.”
“Cintanya tanpa syarat. Hanya ada satu yang kurang dari wanita, Dia sering lupa betapa berharganya dia ..”
;
Sumber : http://ruang-unikz.blogspot.com/2011/10/wanita-adalah-makhluk-yang-sempurna.html
0
komentar
Posted in
Label:
Repost
undefined
"Itu suara pedagang bakso keliling, Nak!" suara sang ibu menangkap kebingungan anaknya. "Kenapa ia melakukan itu, Bu?" tanya sang anak polos. Sambil senyum, ibu itu menghampiri. "Itulah isyarat. Tukang bakso cuma ingin bilang, 'Aku ada di sekitar sini!" jawab si ibu lembut.
Beberapa jam setelah itu, anak kecil tadi lagi-lagi menyimak suara asing. Kali ini berbunyi beda. Persis seperti klakson kendaraan. "Teeet...teeet....teeet!"
Ia melongok lewat jendela. Sebuah gerobak dengan lampu petromak tampak didorong seseorang melewati jalan depan rumahnya. Lagi-lagi, anak kecil itu bingung. Apa maksud suara itu, padahal tak sesuatu pun yang menghalangi jalan. Kenapa mesti membunyikan klakson. Sember lagi!
"Anakku. Itu tukang sate ayam. Suara klakson itu isyarat. Ia pun cuma ingin mengatakan, 'Aku ada di dekatmu! Hampirilah!" ungkap sang ibu lagi-lagi menangkap kebingungan anaknya. "Kok ibu tahu?" kilah si anak lebih serius. Tangan sang ibu membelai lembut rambut anaknya.
"Nak, bukan cuma ibu yang tahu. Semua orang dewasa pun paham itu. Simak dan pahamilah. Kelak, kamu akan tahu isyarat-isyarat itu!" ucap si ibu penuh perhatian.
Sumber : Cerita-Cerita Motivasi
0
komentar
Posted in
Label:
Repost
undefined
Pak tua bijak hanya mendengarkan dengan seksama, lalu ia mengambil segenggam serbuk pahit dan meminta anak muda itu untuk mengambil segelas air.
Ditaburkannya serbuk pahit itu ke dalam gelas, lalu diaduknya perlahan.
"Coba minum ini dan katakan bagaimana rasanya", ujar pak tua.
"Pahit, pahit sekali", jawab tamu sambil meludah ke samping.
Pak tua itu sedikit tersenyum. Ia lalu mengajak tamunya ini untuk berjalan ke tepi telaga di dalam hutan tempat tinggalnya. Kedua orang itu berjalan berdampingandan akhirnya sampai ke tepi telaga yang tenang itu. Pak tua itu kembali menaburkan serbuk pahit ke telaga itu, dan dengan sepotong kayu ia mengaduknya.
"Coba ambil air dari telaga ini dan minumlah."
Saat tamu itu mereguk air itu, Pak tua kembali bertanya lagi kepadanya, "Bagaimana rasanya?"
"Segar", sahut tamu.
"Apakah kamu merasakan pahit di dalam air itu?" tanya pak tua.
"Tidak," sahut tamu itu.
Dengan bijak pak tua itu menepuk punggung si anak muda, ia lalu mengajaknya duduk berhadapan, bersimpuh di samping telaga itu.
"Anak muda, dengarlah : pahitnya kehidupan, adalah layaknya segenggam serbuk pahit, tak lebih tak kurang. Jumlah dan rasa pahitnyapun sama dan memang akan tetap sama. Tetapi kepahitan yang kita rasakan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki. Kepahitan itu akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung dari hati kita sendiri. Jadi saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu yang kamu dapat lakukan, lapangkanlah dadamu menerima semuanya itu, luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu."
Pak tua itu lalu kembali menasehatkan : "Hatimu adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi jangan jadikan hatimu seperti gelas, buatlah laksana telaga yang mampu menampung setiap kepahitan itu, dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan."
Keduanya lalu beranjak pulang, dan sama-sama belajar pada hari itu. Dan pak tua, si orang bijak itu kembali menyimpan serbuk pahit, untuk anak muda lain yang sering datang kepadanya membawa keresahan jiwa.
All great things have small beginning
Sumber : ATMO-SPHERE 65 [Protector of Knowledge]
0
komentar
Posted in
undefined
0
komentar
Posted in
Label:
Repost
undefined
Namun si orang tua pikun ini salalu mengacaukan suasana makan. Tangannya yang bergetar dan matanya yang rabun membuatnya susah untuk menyantap makanan. Sendok dan garpu kerap jatuh ke bawah, saat ia meraih gelas susu, susu tersebut tumpah membasahi taplak meja. Anak dan menantunya sangat gusar. "Kita harus melakukan sesuatu," ujar sang suami.
"Aku sudah bosan membereskan segala sesuatu untuk Pak Tua ini."
Lalu kedua suami istri tersebut membuatkan sebuah meja kayu dan meletakkanya di sudut ruangan. Di sana sang kakek akan duduk makan sendirian, karena sering memecahkan piring, mereka memberikan mangkuk kayu untuk sang kakek.
Sering saat keluarga itu sibuk dengan makan malam, terdengar isak tangis dari sudut ruangan.
Ada air mata mengalir dari gurat keriput sang kakek. Namun kata yang sering diucapkan pasangan tersebut omelan agar jangan menjatuhkan makanan lagi. Anak mereka yang berusia 6 tahun hanya melihat dalam diam.
Suatu malam, sang ayah memperhatikan anaknya yang sedang bermain dengan mainan kayu.
Dengan lembut ditanyanyalah anak itu ,"Kau sedang apa?" Jwb anak itu, "Aku sedang membuat meja dan mangkuk kayu untuk ayah dan ibu. Jika aku sudah besar kelak, akan aku letakkan di sudut dekat meja tempat kakek makan sekarang." Anak itu tersenyum dan melanjutkan bermain.
Jawaban itu membuat suami istri itu terpukul. Mereka tak mampu berkata-kata lagi. Air mata mengalir di pipi mereka. Walaupun tanpa kata-kata, kedua orang ini mengerti ada sesuatu yang harus diperbaiki. Malam itu juga mereka menuntun sang kakek untuk makan malam bersama di meja makan lagi. Tidak ada lagi omelan pada saat piring jatuh, atau saat makanan tumpah di meja.
Maka marilah kita selalu memberi teladan yang baik untuk anak-anak dan orang-orang di sekitar kita. Karena itu adalah tabungan masa depan kita.
0
komentar
Posted in
Label:
Repost
undefined
Dia telah melewati interview awal; Direktur yang akan melakukan interview akhir dan menentukan putusannya.
Sang Direktur melihat dari CV dan menemukan prestasi akademis yang luar biasa, sejak dari sekolah dasar hingga tingkat sarjana, tak pernah sekalipun si Pemuda mendapat nilai buruk.
Sang Direktur bertanya, “Apakah engkau memperoleh bea siswa dari sekolah?”, dan si Pemuda menjawab “belum pernah”.
Sang Direktur bertanya, “Ayahmu yang membiayai sekolahmu?”, si Pemuda menjawab, “Ayahku meninggal saat aku masih bayi, Ibuku yang membayarkan uang sekolahnya”.
Sang Direktur bertanya, “Dimana ibumu bekerja?”, si Pemuda menjawab, “Ibuku bekerja sebagai tukang cuci pakaian”. Kemudian, sang Direktur meminta si Pemuda memperlihatkan tangannya, yang kemudian menunjukkan sepasang tangannya yang halus dan lembut.
Sang Direktur bertanya, “Apakah selama ini engkau membantu Ibumu mencucikan pakaian?”. Si Pemuda berkata, “Tidak pernah. Ibuku selalu memintaku untuk belajar dan rajin membaca buku, lagipula Ibuku dapat mencuci pakaian lebih cepat dari yang dapat kulakukan”.
Sang Direktur berkata, “Aku punya satu permintaan, jika kau pulang nanti, coba bersihkan tangan ibumu, dan temui aku lagi besok pagi”.
Si Pemuda merasa bahwa kesempatannya mendapat pekerjaan tsb sangat berpeluang, jadi dia segera pulang, dan dengan penuh senang ingin membersihkan tangan ibunya.
Ibunya merasa heran dan senang bercampur-baur, tapi ia tetap julurkan tangannya kepada sang anak.
Si Pemuda membersihkan tangan Ibunya dengan pelan, sambil berlinang air mata. Ini pertama kalinya ia mengetahui betapa tangan Ibunya begitu keriput, dan penuh goresan luka. Beberapa luka masih begitu pedih, sehingga membuat tubuh Ibunya menggigil saat dibersihkan dengan air.
Baru pertama kali ini si Pemuda menyadari bahwa inilah sepasang tangan yang tiap hari mencuci pakaian demi uang sekolahnya, luka-luka goresan itu adalah harga yang dibayar oleh sang Ibu untuk pendidikan dan masa depannya.
Setelah selesai membersihkan tangan ibunya, si pemuda diam-diam mencucikan semua sisa pakaian tsb.
Malam itu, keduanya bercakap-cakap lama sekali.
Esok paginya, si Pemuda datang kembali ke kantor sang Direktur
Sang Direktur melihat linangan air mata si Pemuda, dan bertanya: “Bisa kamu ceritakan apa yang telah kau lakukan dan pelajari di rumahmu kemarin.?”
Si Pemuda menjawab, “Aku membersihkan tangan ibuku, dan juga menyelesaikan sisa cucian pakaian”.
Sang Direktur berkata, “coba ceritakan apa perasaanmu.”
Si Pemuda berkata, “Pertama, aku sekarang mengerti arti penghargaan, tanpa Ibuku, tiada keberhasilan bagiku hari ini. Kedua, aku telah bekerja bersama ibuku, dan sekarang mengerti sulitnya untuk menyelesaikan sesuatu dengan sempurna. Ketiga, aku menyadari pentingnya nilai kekeluargaan.”
Sang Direktur berkata, “Itulah yang kuminta, aku ingin mempekerjakan orang yang bisa menghargai bantuan orang lain, seseorang yang bisa memahami sulitnya menyelesaikan suatu tugas, dan seseorang yang tidak melulu mengukur uang sebagai patokan karirnya. Engkau diterima bekerja.”
Di kemudian hari, si anak muda ini bekerja dengan tekun dan giat, serta mendapat rasa hormat dari bawahannya, semua rekannya juga demikian, dan perusahaan maju dengan pesat.
Seorang anak yang selalu dibantu mengerjakan dan dimanja permintaannya, akan membentuk mental ‘terima jadi’ dan selalu menuntut diutamakan. Ia takkan menghargai upaya orang-tuanya. Ketika bekerja, ia beranggapan orang lain harus menurut padanya, dan jika menjadi seorang atasan, ia takkan mau memahami kesulitan anak-buahnya dan selalu menyalahkan. Orang macam ini bisa berhasil, tetapi hanya sekejap, karena tidak akan merasakan suatu kepuasan, ia akan selalu mengeluh dan penuh rasa benci dan permusuhan.
Jika kita menjadi orang-tua yang protektif seperti itu, kita mencintai sang anak atau justru menjerumuskannya..?
Anda bisa memberikan anak anda sebuah rumah tinggal yang besar, makanan yang enak dan sehat, menonton tv layar lebar. Tetapi saat anda memotong rumput halaman, biarkan mereka juga mengalaminya. Setelah makan, minta mereka mencuci piring dan mangkok bersama-sama. Bukan sekadar masalah uang untuk menggaji pembantu, tetapi karena anda mencintai mereka dengan cara yang benar. Anda ingin mereka mengerti, bahwa meskipun kaya, akan tiba suatu waktu rambut mereka juga beruban. Hal yang terpenting adalah bahwa “anak anda belajar bagaimana cara menghargai usaha yang dilakukan, mengalami kesulitan dan tantangan, serta belajar bekerja-sama dengan orang lain untuk menyelesaikan sesuatu.
(sumber :kaskus.us)
0
komentar
Posted in
Label:
Repost
undefined
Si pemuda berkata pada dirinya sendiri “Semua kenikmatan duniawi telah aku cicipi. Aku pernah kaya, pernah pergi ke tempat-tempat indah diseluruh dunia. Makanan lezat dan kenikmatan yang dapat dibeli oleh orang juga telah aku rasakan.”
“Tetapi sekarang, aku sungguh tidak bahagia. Keluargaku berantakkan, anakku meninggal dunia, istriku pun pergi meninggalkan aku. Lalu untuk apa lagi aku hidup di dunia ini? Biar pun aku masih memiliki harta kekayaan, tetapi hatiku kosong dan menderita!”
Si pemuda tampak bersiap-siap bunuh diri, dengan cara menceburkan diri ke sungai. Tetapi disaat yang bersamaan, datang seorang pengemis berpakaian kumal menghampiri dia.
“Tuan yang baik, tolong beri saya sedikit uang untuk makan. Saya doakan semoga tuan selalu sehat dan berumur panjang..”
Sang pemuda segera mengeluarkan dompet dari sakunya, mengambil semua uang yang ada, sambil memberikan kepada si pengemis, dia berkata, “Ambilah semua uang ini.”
“Semua ini?” Tanya si pengemis tidak percaya.
“Ya, ambillah semua. Karena ditempat yang akan aku tuju, aku tidak memerlukannya.” Kata si pemuda sambil mengalihkan pandangannya kearah sungai di bawah jembatan.
Si pengemis rupanya merasakan sikap pemuda yang agak janggal. Kemudian setelah memegang dan memandangi uang itu sejenak, dia cepeat-cepat mengembalikan uang itu.
Pengemis itu berkata, “Tidak, tidak jadi. Aku memang seorang pengemis, tetapi aku bukan seorang pengecut dan aku tidak akan mengambil uang dari seorang pengecut. Ini, bawalah uang ini bersamamu ke sungai itu.”
Lalu, si pengemis segera pergi dari situ sambil berteriak lantang, “Selamat tinggal tuan pengecut…!”
Pemuda yang ingin bunuh diri itu terpana kaget. Perasaan puas dan bahagia sejenak yang dirasakan karena bisa memberi, lenyap seketika. Dia sangat ingin si pengemis menerima pemberiannya, apalagi diakhir hidupnya, tetapi itupun tidak bisa.
Tiba-tiba dia menyadari bahwa ternyata dengan memberi kepada orang lain justru dia merasa bahagia. Ini sungguh suatu pengetahuan baru bagi pemuda itu.
Setelah itu, dia memandang kea rah sungai sekali lagi, lalu berpaling dan berjalan pergi mengejar si pengemis. Dia ingin mengucapkan terima kasih dan memberitahu bahwa dirinya tidak akan menjadi seorang pengecut. Dia berjanji didalam hati, akan kembali berjuang, untuk mendapatkan kebahagian dengan memberi kepada orang-orang yang membutuhkan.
Sumber : Andrie Wongso
1 komentar
Posted in
Label:
Repost
undefined
Tugas itu ternyata menyita sisa waktu pelajaran untuk diselesaikan, dan ketika para murid meninggalkan kelas, setiap orang menyerahkan hasilnya.
Sabtu itu, sang guru menuliskan nama dari setiap murid di kertas yang terpisah, lalu membuat daftar apa yang telah dikatakan oleh murid yang lain mengenai murid itu.
Dan pada hari Senin, ia memberikan setiap murid daftarnya. Tidak lama kemudian, seluruh kelas mulai tersenyum.
"Sungguh?" ia mendengar suara bisik-bisik.
"Aku tidak tahu bahwa aku berarti untuk orang lain!" dan, "Aku tidak tahu kalau yang lain sangat menyukaiku." Begitulah komentar yang didengar oleh sang guru.
Tidak ada orang yang menyinggung daftar itu di kelas lagi. Ia tidak pernah tahu apakah para murid membicarakannya di luar kelas atau kepada para orang tua mereka, tetapi tidak masalah. Latihan itu telah sampai tujuannya. Para murid sangat bahagia dengan komentar itu dan menyukai satu sama lainnya.
Beberapa tahun kemudian, salah seorang dari murid itu tewas terbunuh di VietNam dan gurunya menghadiri pemakaman murid itu. Ia tidak pernah melihat seorang tentara di dalam peti jenazah militer sebelumnya.
Muridnya itu sangat tampan, sangat dewasa.
Seluruh gereja dipenuhi oleh teman-temannya. Satu persatu yang mencintainya menghampiri peti jenazah itu. Sang guru adalah orang yang terakhir yang mengucapkan salam perpisahan.
Ketika ia berdiri di sana, salah seorang dari tentara yang bertugas sebagai pengangkut peti jenazah itu menghampirinya.
"Apakah kamu guru matematikanya Mark?" tanyanya.
Sang guru mengangguk, "iya."
Kemudian tentara itu melanjutkan : "Mark banyak membicarakan dirimu."
Setelah pemakaman, bekas teman sekelas Mark bersama-sama pergi ke tempat makan siang. Ayah dan ibu Mark ada di sana, sangat jelas terlihat bahwa mereka tidak sabar untuk berbicara dengan guru Mark.
"Kami ingin memperlihatkan sesuatu kepadamu," kata ayah Mark, sambil mengambil dompet dari sakunya.
"Mereka menemukan benda ini pada Mark ketika ia tewas. Kami kira Anda mungkin akan mengenalinya."
Sambil membuka dompet itu, ayah Mark dengan sangat hati-hati mengeluarkan dua lembar kertas yang sudah diisolasi, dilipat berkali-kali. Sang guru langsung mengenalinya, bahwa kertas itu adalah kertas yang dibuat olehnya berisikan daftar kebaikan Mark yang ditulis oleh teman-teman sekelasnya.
"Terima kasih karena telah melakukan hal itu," ibu Mark berkata.
"Seperti yang Anda lihat, Mark menyimpannya sebagai salah satu hartanya."
Semua mantan teman sekelas Mark mulai berkumpul.
Charlie tersenyum dengan malu-malu sambil berkata, "Aku juga masih menyimpan daftarku. Daftarku itu berada di bagian atas laci meja belajarku di rumah."
Istri Chuck berkata, "Chuck memintaku untuk meletakkannya di album pernikahan kami."
"Aku juga memilikinya," kata Marilyn. "Daftarku ada dalam buku harianku."
Kemudan Vicki, teman sekelas yang lain, mengambil buku sakunya, kemudian mengeluarkan dompetnya dan memperlihatkan daftarnya yang sudah kusam dan lecek kepada yang lain.
"Aku membawanya bersamaku setiap waktu," ujar Vicki, lalu sambungnya : "Aku rasa kita semua menyimpan daftar kita masing-masing."
Pada saat itu, sang guru terduduk dan menangis. Ia menangis karena Mark dan seluruh temannya tidak akan mungkin melihat Mark kembali.
Begitu banyak orang yang datang dan pergi di kehidupan kita. Dan kita tidak mengetahui kapan hari itu akan tiba.
Jadi katakanlah kepada orang yang Anda kasihi dan cintai, bahwa mereka sangat penting dan spesial dalam kehidupan Anda. Katakanlah kepada mereka sebelum terlambat.
Sumber : ATMO-SPHERE 65 [Protector of Knowledge]